Di kamis pagi 24
november 2015 yang bertepatan dengan
tanggal merah memperingati kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wassallam, lima anggota KOMPAK ngepit ke 2 destinasi. Pukul 7 pagi matahari
masih belum terasa, terdiri dari md, sd, sr, dw, rz dari AKAKOM berangkat
santai menuju arah selatan untuk kemudian berbelok hingga jalan gedongkuning.
Perjalanan asapal menuju candi abang berlangsung hingga sekitar 7km, aspal
datar tapi berkelok-kelok dan kendaraan bermesin masih belum ramai. 3 orang
membalap terlalu cepat di depan sehingga 2 orang tertinggal. Setengah
perjalanan kecepatan diturunkan agar tidak ada yang tertinggal. Lava bantal
yang dulu jadi destinasi event besar pertama kompak terlewati, yang berarti
tanjakan sudah berlalu.
Tinggal beberapa kilo
menuju candi abang, melalui areal persawahan. Yang mengejutkan adalah ternyata
untuk menuju candi abang harus melewati jalan aspal kecil yang menanjak. Juga
ternyata candi abang ada di atas bukit. Beberapa orang (termasuk saya) memilih
nuntun karena kurang kesiapan menghadapi jalan yang naik. Begitu juga ace sd
yang biasanya jarang turun dari pedal ikut menuntun.
Saya dan sr sampai duluan
di atas. Ternyata kami dihadang anak kecil yang mengabarkan untuk masuk candi
diperlukan retribusi 2000 rupiah. Ya sudahlah menurut saja. Jalan naik menuju
candi abang adalah bebatuan besar (dari tanah mengeras) dan tanah yang agak
becek. Beberapa memilih menginjak pedal, beberapa berjalan menuntun.
Untuk sampai ke atas masih
harus melalui jalan setapak kecil yang sebenernya maksa banget untuk bawa
sepeda, tapi akhirnya sampai juga. Ini dia pemandangan si candi abang, nampak
seperti bukit kecil.
Ini diambil di posisi
lingga+yoni berada. Candinya ga jelas di mana, tapi ada lingga dan yoni. Ok
lah.
Oke, it’s candi abang,
recommended buat yang punya mtb tapi jarang ke alam, medannya intermediate lah.
Kalau yang mau ngerasain naik bukit bawa sepeda boleh nih di sini. Tapi kalo
mau menaklukan jalan menuju candi yang berbatu, saya saranin pake full sus dan
equipment lengkap. Buat roadracer, kontur jalannya lumayan buat latihan nanjak,
ga terlalu curam, tapi jangan sampai keluar aspal. Jalan bukan aspal bisa bikin
ban bengkok nanti, mending dipanggul.
Puas neko-neko (njumping,
downhill di bebatuan dan menilik goa yang ternyata Cuma lubang), kompak
meneruskan perjalanan ke desa ngelepen, dome teletubbies. Ini gerbangnya, dan
di belakangnya terdapat masjid dengan bentuk kubah. Yeah everything ‘s here was
dome-shaped. Desa ini adalah pemukiman warga yang dibuat paska gempa 2006. Bentuknya
yang serupa kubah membuatnya tahan gempa.
Mungkin karena kepagian
atau karena libur tanggung, desanya sepi-sepi aja. Padahal ngarep pengen ketemu
makhluk dengan televisi di perut.
Perjalanan pulang
dilakukan santai, ya sedikit mbalap juga sih. Ngambil rute mau ke prambanan, eh
rame, balik ke rute dalam desa, memutar, dan perjalanan jadi lebih lama.
Rehat sejenak di lava
bantal. Ini si md motonya sudah dalam kondisi lemas. Makanya Cuma sekali. Sementara
yang lain malah neko-neko mencoba trek motorcross, meskipun masih aja main rem,
ga loss.
Usai sejenak
berisitirahat, kami berjalan kembali ke kota, lewat berbah lagi. Si md
kehabisan stamina, ga kayak biasanya mbalap di depan, sehingga perjalanan
pulang diselingi dengan rehat di beberapa titik jalan. Jam 10 sampai lah kompak
ke janti. Lumayan! Sekitar 26km hari itu sudah ditempuh. Next time, further.
kerennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
BalasHapusMD kui profesor hukum UII yogya yo...
BalasHapus